Muhammad Kahfi Arifansyah, mahasiswa Departemen Teknik Kimia angkatan 2021, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), meraih Juara 2 dalam ajang International Petroleum Technology Conference (IPTC) 2025 yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada 18-20 Februari 2025. IPTC ialah salah satu konferensi teknologi perminyakan terbesar di dunia yang mempertemukan lebih dari 60,000 profesional industri migas dan energi dari dari 60 negara, serta melibatkan lebih dari 1,000 organisasi dan 420 pakar industri dan teknis ternama. Tahun ini, IPTC diikuti oleh 425 peserta dari 103 universitas di 27 negara. Dari seluruh penerima yang mendaftar, hanya 50 delegasi terpilih yang berhak tampil, dan Muhammad Kahfi Arifansyah menjadi satu-satunya perwakilan dari Universitas Indonesia.
Delegasi UI ini tampil selaku ketua tim “Carbon Commanders” yang beranggotakan 7 mahasiswa lintas negara, dari Nigeria, Pakistan, Venezuela, dan Malaysia. Tim ini membawakan presentasi kreatif bernuansa “Carbon Management” yang membicarakan strategi pengelolaan emisi karbon di industri minyak dan gas, sebagai donasi aktual sektor energi menuju transisi energi berkelanjutan, Carbon Management bukan sekadar rancangan teknis, namun juga bagian penting dari taktik keberlanjutan industri energi dunia, termasuk di Indonesia yang masih mengandalkan energi fosil dalam bauran energinya.
Kahfi mengikuti ajang bergengsi ini dengan tutorial eksklusif dari Dr. Bambang Heru Susanto, S.T., M.T., Dosen Departemen Teknik Kimia dan juga Faculty Advisor dari Society of Petroleum Engineers Universitas Indonesia Student Chapter (SPE UI SC). Dukungan dan arahan turut berperan besar dalam membentuk mutu riset, analisis, sampai kesanggupan presentasi Kahfi di ajang internasional ini.
Dalam presentasinya, tim Carbon Commanders menunjukkan solusi inovatif berupa Integrated Carbon Capture and Utilization System (ICCU System). Konsep ini mengintegrasikan teknologi penangkapan karbon di sepanjang rantai bikinan migas, yang kemudian mempergunakan karbon tersebut menjadi produk bernilai tambah mirip materi bakar ramah lingkungan, bahan baku industri kimia, sampai material konstruksi rendah karbon. Pendekatan ini tidak cuma meminimalisir emisi, tetapi juga membuat sirkularitas ekonomi yang mendukung ketahanan industri dalam jangka panjang. Solusi ini menyinari proyek-proyek CCS berskala besar seperti Tangguh LNG CCS Project di Indonesia yang dipimpin oleh BP, dengan target penyimpanan 15 juta ton CO₂ hingga tahun 2028, serta Kasawari CCS Project di Malaysia yang diharapkan mampu menangkap 3,3 juta ton CO₂ per tahun mulai tahun 2025. Selain itu, kebijakan seperti Carbon Pricing Act di Singapura yang menetapkan pajak karbon sebesar S$50–80 per ton pada tahun 2030 serta insentif pajak dari Presidential Regulation 14/2024 di Indonesia menawarkan langkah aktual dalam mendukung investasi CCS.
Menurut Kahfi, ”Tim kami menggarisbawahi pentingnya harmonisasi regulasi karbon di tempat ini, kenaikan kerja sama lintas negara, dan pengembangan riset yang lebih intensif untuk menangani tantangan profitabilitas dan persepsi publik kepada CCS. Dengan pendekatan yang terencana dan kolaboratif, penyelesaian ini bermaksud untuk mengakibatkan Asia Tenggara selaku sentra penyimpanan karbon terkemuka di daerah.”
Dekan FTUI, Prof. Kemas Ridwan Kurniawan, S.T., M.Sc., Ph.D., memberikan apresiasi atas capaian membanggakan tersebut. Menurutnya, prestasi ini bukan hanya membanggakan FTUI dan UI, namun juga mengambarkan bahwa mahasiswa FTUI mampu bersaing di panggung dunia. “Kahfi menawarkan bahwa mahasiswa teknik tidak hanya berkutat dengan peran tamat dan praktikum, tetapi juga memiliki donasi aktual dalam menjawab info global dengan melahirkan ide inovatif yang berhubungan dengan tantangan masa depan.